PwC Global Crisis Survey 2021 dengan Indonesia update: Memperkuat Ketahanan Sebagai Kunci Kesuksesan di Tahun 2021

  • Lebih dari 70% responden, baik dari level global maupun Indonesia, mengatakan bahwa bisnisnya terkena dampak negatif pandemi COVID-19
  • 20% responden mengatakan pandemi berdampak positif secara keseluruhan pada organisasinya
  • Pengaturan kerja jarak jauh (remote working) menjadi bentuk perubahan paling umum yang diterapkan. Sebanyak 50% responden di Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh sebagai pilihan permanen bagi karyawan mereka.
  • Respon suatu perusahaan terhadap COVID-19, dalam beberapa hal, telah menghasilkan perubahan pada strategi perusahaannya. Responden dari Indonesia mengatakan bahwa perubahan terhadap sales channel menjadi salah satu dari tiga prioritas utama mereka.
  • Delapan dari sepuluh organisasi di Indonesia berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam membangun ketahanan melalui manajemen krisis, kelangsungan bisnis, dan perencanaan darurat.

Jakarta, 29 April 2021 - Krisis dapat menjadi bencana besar bagi bisnis Anda - atau bahkan dapat menunjukkan kekuatan, kualitas, dan ketahanan bagi organisasi Anda.

Satu tahun setelah COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi, Global Crisis Survey PwC yang kedua mengamati tanggapan dari komunitas bisnis di seluruh dunia terhadap krisis global paling disruptif dalam hidup kita. Lebih dari 2.800 pemimpin perusahaan yang mewakili berbagai skala bisnis di 29 industri dan 73 negara (termasuk Indonesia), berbagi data dan wawasan dalam survei tersebut.

Global Crisis Survey 2021 adalah survei kedua yang diadakan oleh PwC, setelah survei pertama yang dirilis pada tahun 2019. Survei ini adalah penilaian dari tanggapan komunitas bisnis global terhadap gangguan sosial, ekonomi dan geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Survei ini, yang diwakili oleh 112 business leaders di Indonesia, menunjukkan hasil pengamatan dan memberikan potret menarik tentang taktik, alat, dan proses yang diterapkan perusahaan, dan apa yang berhasil, apa yang tidak, dan mengapa.

Setahun terakhir telah memperlihatkan bahwa tantangan manajemen krisis bukanlah tentang memprediksi masa depan tetapi menghadapi hal-hal yang tidak dapat diprediksi. Sebuah bisnis harus fokus pada membangun fondasi ketahanan terhadap kondisi apa pun yang akan datang.

Persiapan, ketangkasan, rencana tanggap krisis yang terintegrasi, dan ketahanan sangat penting karena perusahaan terus menghadapi krisis

Lebih dari 70% responden global, termasuk Indonesia, mengatakan bisnis mereka terkena dampak negatif pandemi dan 20% mengatakan krisis berdampak positif secara keseluruhan pada organisasi mereka. Organisasi yang sukses lebih cenderung mengandalkan tim krisis khusus untuk dapat merespon krisis dengan tepat. Sektor teknologi dan healthcare lebih mungkin terkena dampak positif, sementara sektor pariwisata dan perhotelan mengalami efek paling negatif. Organisasi yang bernasib baik lebih cenderung mengandalkan tim krisis yang berdedikasi untuk mendorong respons mereka terhadap krisis.

Tenaga kerja, kegiatan operasional dan supply chain, serta keuangan dan likuiditas adalah area yang paling terkena dampak dengan respons serupa dari Indonesia dan global.

“Data dan hasil dari survei menyajikan roadmap yang menarik untuk memikirkan kembali dan memperkuat kemampuan organisasi untuk bertahan,” kata Kristin Rivera, Global Crisis Leader di PwC AS. “Semua mata akhirnya tertuju ke masa depan. Belajar dari bagaimana bisnis merespon krisis adalah langkah pertama yang penting untuk membangun fondasi yang tepat untuk menghadapi apa pun yang dapat terjadi berikutnya. Perencanaan krisis, program ketahanan dan perlindungan serta pertimbangan akan kebutuhan fisik dan emosional karyawan adalah bagian integral untuk bersiap menghadapi hal-hal yang tak terhindarkan.”

Survei PwC mengungkapkan bahwa, bahkan dengan tim krisis yang ditetapkan dengan baik, perusahaan memerlukan program manajemen krisis yang tangkas dan yang dapat beradaptasi untuk mengatasi berbagai jenis disrupsi. Hanya 35% organisasi memiliki rencana respon krisis yang “sangat relevan”, yang berarti sebagian besar organisasi tidak merancang rencana bisnisnya untuk menjadi “agnostik krisis” - ciri khas organisasi yang tangguh.

Paul van der Aa, selaku Forensic Advisor di PwC Indonesia, mengatakan bahwa, “Dibandingkan dengan hasil Global (7/10), delapan dari sepuluh organisasi di Indonesia melaporkan bahwa mereka berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam membangun ketahanan melalui manajemen krisis, kelangsungan bisnis dan perencanaan darurat. Bahkan di antara para risk leader, angka itu mencapai sembilan dari sepuluh. Ada banyak cara untuk dijalankan, hanya 22% dari responden kami yang merasakan bahwa berbagai fungsi manajemen krisis mereka terintegrasi dengan sangat baik. ”

Di masa yang belum pernah terjadi sebelumnya, organisasi mengambil tindakan penting untuk fokus pada kesehatan karyawan dalam menanggapi COVID-19. Organisasi memberikan dukungan mulai dari menerapkan kerja jarak jauh dan protokol keselamatan, sampai membantu karyawan dengan problem pribadinya. Kemampuan untuk beradaptasi, dan mengelola perubahan mendasar dalam cara kita hidup dan bekerja adalah inti dari ketahanan individu dan organisasi.

Menanggapi krisis-krisis selanjutnya

Dari dampak pandemi, perusahaan harus mempercepat transformasi di area tertentu dan menurunkan prioritasnya di area lain. Dalam hal ketenagakerjaan, kerja jarak jauh adalah perubahan yang paling umum diterapkan, sementara banyak organisasi terpaksa melakukan pengurangan jumlah pegawai. Menariknya, 50% responden Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh sebagai pilihan permanen bagi karyawan mereka, sementara hanya 39% responden global yang menetapkan kerja jarak jauh permanen.

Infrastruktur pendukung dan kapabilitas mengolah data sangat penting, terutama karena kerja jarak jauh memenuhi kebutuhan akan cara pengambilan keputusan yang jelas dan memicu risiko serangan dunia maya. Sebanyak 90% responden Indonesia (75% secara global) mengatakan bahwa teknologi telah memfasilitasi koordinasi tim tanggap krisis organisasi mereka.

Hampir 70% responden Indonesia menyatakan bahwa mereka telah melakukan formal “after action” review atas tanggapannya terhadap COVID-19, sedangkan hanya 49% responden secara global yang telah melaksanakan review tersebut.

COVID-19 tetap menjadi ancaman di masa depan, tetapi masalah organisasi lainnya masih tetap ada. Menurut responden Indonesia, lima masalah utama krisis adalah pandemi global, gangguan teknologi, kejahatan dunia maya, gangguan persaingan atau pasar, dan keuangan atau likuiditas.

Menjadi lebih kuat setelah disrupsi

Lebih dari 95% pemimpin bisnis, baik di Indonesia maupun global, melaporkan bahwa kapabilitas manajemen krisis mereka perlu ditingkatkan. Untuk merancang rencana penanggulangan krisis strategis, pertama-tama perusahaan harus menunjuk tim penanggulangan krisis yang dapat menyelaraskan rencana krisis dengan strategi, sasaran dan tujuan perusahaan; dan fokus pada peningkatan berkelanjutan dan membangun program ketahanan terintegrasi.

Selain itu, perusahaan perlu memahami bahwa program terintegrasi sangat penting untuk melaksanakan respons krisis yang sukses dan untuk membangun ketahanan. Pikirkan secara holistik tentang bagaimana membangun ketahanan, mulailah memecah silo, dan mengintegrasikan kompetensi ketahanan inti.

Ketahanan organisasi sangat penting - tidak hanya untuk keberhasilan organisasi, tetapi untuk bertahan hidup. Organisasi harus meningkatkan ketahanan organisasinya, menetapkan prioritas yang strategis, mulai menumbuhkan budaya ketahanan, dan memeriksa respon krisis di seluruh organisasi.

Dalam CEO Survey tahunan PwC ke-24, yang diterbitkan awal bulan ini, 76% CEO percaya bahwa pertumbuhan ekonomi global akan membaik pada tahun 2021. Optimisme tersebut sejalan dengan data Global Crisis Survey PwC 2021, di mana tiga dari empat perusahaan yakin dapat berhasil mengintegrasikan apa yang telah dipelajari melalui krisis dan memperkuat ketahanan organisasinya.

Sebagai penutup, Paul mengatakan, “Sebagai pembelajaran, responden Indonesia mengubah strategi perusahaan mereka dan sales channel berada di tiga prioritas utama dari perencanaan yang akan dibuat. Para pemimpin bisnis menyadari bahwa fondasi ketahanan dapat membuat perbedaan antara menurun atau berkembang. Ketika periode pasca-pandemi mulai terbentuk dalam beberapa bulan mendatang, organisasi memiliki kesempatan untuk menata kembali peluang masa depannya. Krisis dapat menjadi katalisator yang kuat untuk perubahan positif. "

Catatan untuk editor
Unduh membaca laporan tersebut di https://www.pwc.com/id/gcs2021

Tentang PwC Indonesia
PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah dari jaringan global PwC.

Tentang PwC
Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 155 negara dengan lebih dari 284.000 orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di www.pwc.com.

PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi www.pwc.com/structure untuk informasi lebih lanjut.


© PwC 2021. Hak cipta dilindungi undang-undang.

 

Contact us

Cika Andy

External Communications, PwC Indonesia

Tel: +62 21 509 92901

Follow PwC Indonesia