Jakarta, 22 Desember 2022 - Aset kelolaan (Assets under Management/AuM) terkait Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (Environment, Social, and Governance/ESG) yang ditangani para aset manajer secara global diperkirakan naik menjadi US$33,9 triliun pada tahun 2026, dari US$18,4 triliun pada 2021. Dengan proyeksi laju pertumbuhan majemuk tahunan (compound annual growth rate/CAGR) sebesar 12,9%, laju aset ESG akan menghasilkan 21,5% dari total AuM global dalam waktu kurang dari 5 tahun. Hal ini menunjukkan adanya perubahan drastis dan berkelanjutan dalam industri aset manajemen dan kekayaan (Asset and Wealth Management/AWM) menurut Laporan Asset and Wealth Management Revolution 2022 PwC. Laporan tersebut juga mengungkapkan pandangan 250 investor institusi dan aset manajer di seluruh dunia, yang mewakili hampir setengah dari AuM global.
AuM berdasarkan ESG diperkirakan tumbuh pada laju yang jauh lebih cepat daripada pasar AWM secara keseluruhan. Berdasarkan skenario pertumbuhan base case PwC, AuM berlandaskan ESG di AS (pasar AWM terbesar) akan meningkat lebih dari dua kali lipat dari US$4,5 triliun pada tahun 2021 menjadi US$10,5 triliun pada tahun 2026; di Eropa (sudah naik 172% pada tahun 2021 ) akan meningkat 53% menjadi US$19,6 triliun. Investor di kawasan lain di luar AS dan Eropa juga memperbesar alokasinya. Asia-Pasifik (APAC) memiliki persentase pertumbuhan AuM ESG tercepat, yang diprediksi meningkat lebih dari tiga kali lipat hingga mencapai $3,3 triliun pada tahun 2026. Produk-produk ESG di Afrika dan Timur Tengah meraih pangsa pasar yang lebih besar, serta di Amerika Latin, di mana produk-produk ESG menyumbang AuM sebesar $25 miliar.
Investasi ESG menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi
Menepis keraguan tentang apakah kinerja keuangan dan ESG bisa bertentangan, sembilan dari sepuluh aset manajer yang disurvei meyakini bahwa mengintegrasikan ESG ke dalam strategi investasinya akan meningkatkan imbal hasil secara keseluruhan. Bahkan sebagian besar (60%) investor institusi melaporkan bahwa investasi ESG telah menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan investasi non-ESG yang setara.
Dengan prospek imbal hasil yang lebih tinggi, para investor yang disurvei rela mengeluarkan lebih demi mendapatkan kinerja ESG – tiga perempat (78%) investor mengatakan bersedia membayar biaya yang lebih tinggi untuk lembaga pengelola investasi ESG. Setengah dari investor yang disurvei (52%) bersedia memasukkan ESG ke dalam biaya terkait kinerja – dua pertiga di antaranya bersedia membayar premi ESG sebesar 3-5%. Lebih dari separuh (57%) aset manajer yang disurvei ingin membebankan biaya kinerja berbasis ESG, di mana sebagian besarnya (60%) mengatakan kisaran 3-5% dapat diterima.
Bagi para aset manajer, biaya yang lebih tinggi diperlukan dalam beberapa kasus untuk mengimbangi peningkatan biaya kepatuhan ESG – 35% manajer aset yang disurvei mencatat bahwa biaya ini telah meningkat 10-20%.
Meskipun ketegangan kerap disorot antara prioritas ESG dan kewajiban fidusia aset manajer untuk memaksimalkan imbal hasil keuangan bagi investor, tiga perempat investor kini menganggap ESG sebagai bagian dari tugas fidusianya. Hampir sebanyak itu pula (72%) mengatakan bahwa mereka menetapkan sasaran terkait ESG bagi para aset manajernya pada tataran portofolio, namun sejauh mana hal ini dianggap lebih penting dari imbal hasil keuangan masih bervariasi.
Olwyn Alexander, PwC Global Asset & Wealth Management Leader, PwC Irlandia, mengatakan: “ESG mungkin telah menjadi pendorong pertumbuhan yang paling kuat dalam manajemen aset dan kekayaan. Lonjakan permintaan untuk investasi ESG yang disorot dalam survei kami melebihi hampir semua ekspektasi sebelumnya. Dengan tantangan ekonomi saat ini, kami telah melihat sedikit koreksi pada harga aset dan ada risiko kontraksi signifikan di pasar modal yang akan mengakibatkan penurunan lebih lanjut. Ini menggarisbawahi pentingnya bagi aset manajer dan investor institusi untuk memahami bagaimana menangkap pergeseran menuju ESG sebagai penyeimbang potensi kinerja portofolio yang kurang serta keusangan produk legacy.”
Permintaan untuk produk investasi ESG jauh melebihi penawaran
Seiring pesatnya peningkatan permintaan akan produk investasi ESG, 30% investor mengatakan bahwa mereka kesulitan untuk menemukan peluang investasi ESG yang menarik dan memadai. Hampir sembilan dari sepuluh (88%) investor institusi yang disurvei meyakini bahwa manajer aset harus lebih proaktif dalam mengembangkan produk-produk ESG baru. Namun, kurang dari separuh (45%) jumlah manajer yang disurvei mengatakan berencana untuk meluncurkan dana ESG baru. Sebaliknya, sebagian besar aset manajer yang disurvei (76%) mengatakan bahwa prioritas utamanya adalah mengonversi produk yang sudah ada sehingga dapat dilabeli sebagai produk berlandaskan ESG.
Regulasi yang rumit dan tidak konsisten merupakan batu sandungan bagi peningkatan fokus ESG seperti halnya kebutuhan akan data yang lebih tepercaya dan transparan tentang produk ESG. Kurangnya standar yang konsisten dan transparan telah menyebabkan maraknya kesalahan pelabelan produk sebagai “ESG”. Hampir tiga perempat (71%) dari investor institusi yang disurvei dan lebih dari delapan dari sepuluh aset manajer mengatakan bahwa kesalahan pelabelan lazim terjadi dalam industri AWM.
Bagi 71% investor institusi, setidaknya sebagian dari solusinya adalah dengan memperkuat persyaratan regulasi ESG bagi para aset manajer. Mayoritas (56%) investor institusi dan 76% aset manajer mengatakan mendukung penguatan aturan pengungkapan ESG bagi perusahaan terbuka.
Lebih dari sepertiga investor (38%) berpendapat bahwa kurangnya data dari aset manajer merupakan tantangan dalam berinvestasi atau mempertimbangkan produk ESG, sementara 64% aset manajer berpendapat bahwa tantangan data adalah hambatan utama saat mengadopsi atau mempertimbangkan investasi ESG.
John Garvey, PwC Global Financial Services Leader, PwC Amerika Serikat, menyampaikan: “Ekspektasi investor terhadap ESG mengubah bagaimana nilai ditentukan dan direalisasikan di dalam industri AWM. Ada tren jangka pendek dari para oportunis ESG, yang menjawab tuntutan pemangku kepentingan yang terus berubah dan mencari keuntungan cepat. Namun dalam jangka panjang, yang akan menang adalah para aset manajer yang menyadari bahwa untuk dapat merealisasikan potensi penuh ESG, diperlukan visi yang jelas tentang apa yang diperjuangkan oleh bisnis Anda, strategi perubahan, serta kerangka tata kelola, akuntabilitas, dan pelaporan yang kokoh untuk memastikan agar apa yang dijanjikan terkait ESG benar-benar terealisasikan.”
Julian Smith, PwC Indonesia Infrastructure Leader, menambahkan, “Undang-undang baru, aktivitas pasar publik, dan investasi pemerintah dalam sasaran keberlanjutan jangka panjang mendapatkan momentum seiring semakin banyak bisnis di berbagai sektor yang sedang bertransisi menuju ESG. Tren menuju lanskap ESG dengan potensi investasi yang lebih besar ini termasuk investasi di perusahaan-perusahaan yang saat ini belum ramah lingkungan, lalu membantu perusahaan-perusahaan tersebut dengan keuangan dan keahlian yang dibutuhkan untuk menanamkan hasil-hasil ESG yang positif ke dalam operasional usahanya. Para manajer aset memiliki kesempatan untuk melakukan pendekatan intervensionis secara aktif.”
Catatan untuk editor
Asset and Wealth Management Survey PwC adalah adalah survei global terhadap manajer aset dan investor institusi. Tujuan dari survei ini adalah untuk lebih memahami perubahan pandangan di industri AWM saat ini terkait dengan ESG dan ke mana perubahan tersebut dapat membawa industri AWM di tahun-tahun mendatang.
Sampel survei manajer aset mencakup 250 responden, dengan total AuM global sekitar US$50 triliun. Basis responden sebagian besar merupakan irisan dalam hal ukuran dan tranche.
Survei investor institusi terdiri dari 250 responden, dengan gabungan aset global sebesar US$60 triliun. Responden mencakup spektrum yang luas dari ukuran AuM, dengan lebih dari setengahnya memiliki aset lebih dari US$10 miliar. Dana pensiun publik dan dana pensiun swasta bersama-sama menyumbang lebih dari setengah basis responden investor institusional.
Tentang PwC Indonesia
PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah, dan semuanya secara bersama-sama membentuk firma anggota Indonesia dari jaringan global PwC, yang secara bersama-sama disebut sebagai PwC Indonesia.
Tentang PwC
Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 152 negara dengan hampir 328.000 orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory, dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di www.pwc.com.
PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi www.pwc.com/structure untuk informasi lebih lanjut.